HALALAN THAYYIBAN
ALLAH
SWT berfirman yang artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi
baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu” (QS Al-Baqarah ayat 168).
Melalui
ayat ini Allah SWT memerintahkan manusia, agar memakan makanan yang halal lagi
baik. Kata halalan (yang dibolehkan Allah SWT) diberikan kata sifat thayyiban,
artinya makanan yang berguna bagi tubuh, tidak merusak, tidak menjijikkan, enak
tidak kadaluarsa dan tidak bertentangan perintah Allah SWT karena tidak
diharamkan sehingga katatayyiban menjadi illah (alasan) dihalalkan
sesuatu (Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid 1, hal. 247, Kemenag RI).
Pengertian
halal
Dalam kitab Mu’jam
Mufradat Alfadh al-Qur’an al-Karim, al-Raghib al-Isfahani mengatakan bahwa
kata halal, secara etimologi berasal dari kata halla-yahullu-hallan
wa halalan wa hulalan yang berarti melepaskan, menguraikan,
membubarkan, memecahkan, membebaskan dan membolehkan. Sedangkan secara
terminologi, kata halalmempunyai arti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan
karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya.
Atau segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi.
Al-Jurjani
dalam kitab at-Ta’rifat menjelaskan bahwa pada dasarnya, kata halal merujuk
kepada dua arti.Pertama, kebolehan menggunakan benda-benda atau apa yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani seperti makanan, minuman dan
obat-obatan. Kedua, kebolehan memanfaatkan, memakan, meminum dan
mengerjakan sesuatu yang semuanya ditentukan berdasarkan ketetapan nash.
Dalam
al-Qur’an, kata halal disebutkan untuk menjelaskan beberapa
permasalahan seperti masalah muamalah, kekeluargaan, perkawinan dan terkait
dengan masalah makanan ataupun rezeki. Namun demikian, katahalal tersebut
lebih banyak digunakan dalam menerangkan masalah makanan, minuman dan rezeki.
Keterangan tersebut antara lain kita dapati dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah
al-Maidah: 4-5, 87-88, dan 96, Surah an-Nisa: 160, Surah al-A`raf: 157, Surah
al-Anfal: 69, Surah an-Nahl: 114, Surah at-Tahrim: 1, dan Surah al-Hajj: 30.
Pengertian
thayyib (baik)
Kata thayyib menurut
al-Isfahani, menunjukkan sesuatu yang benar-benar baik. Bentuk jamak dari kata
ini adalah thayyibât yang diambil dari derivasi thaba-yathibu-thayyib-thayyibah dengan
beberapa makna, yaitu:zaka wa thahara (suci dan bersih), jada
wa hasuna (baik dan elok), ladzdza (enak), dan halal (halal).
Menurut
al-Isfahani, pada dasarnya, kata ini berarti sesuatu yang dirasakan enak oleh
indra dan jiwa, atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan.
Sedangkan Ibnu Taimiyah menerangkan dalam kitab Majmu’ Fatawa bahwa
yang dimaksud dengan thayyib adalah yang membuat baik jasmani,
rohani, akal dan akhlak manusia. Menurutnya, lawan dari kata thayyib ini adalah khabits(bentuk
jamaknya khabaits) yaitu sesuatu yang menjijikkan dan dapat merusak
fisik, psikis, akal dan akhlak seseorang.
Dalam al-Qur’an,
kata thayyib ini disebutkan beberapa kali dalam bentuk yang
berbeda. Terkait dengan makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan
diawali kata halalan dalam bentuk mufrad mudzakkar (laki-laki
tunggal) sebanyak empat kali untuk menjelaskan sifat makanan yang halal
sebagaimana yang terdapat dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah: 88,
Surah al-Anfal: 69, dan Surah an-Nahl: 114.
Sedangkan yang
tidak ada kaitannya dengan makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyibah dalam
bentukmufrad muannats (perempuan tunggal) pada sembilan tempat,
yaitu pada Surah Aal Imran: 38, Surah at-Taubah: 72, Surah Yunus: 22, Surah
Ibrahim: 24 (dalam ayat ini disebut dua kali), Surah an-Nahl: 97, Surah an-Nur:
61, Surah Saba: 15, dan Surah ash-Shaff: 12. Dan sebanyak dua kali dalam bentuk mufrad
mudzakkaryaitu pada Surah an-Nisa: 43 dan Surah al-Maidah: 6.
Di samping itu,
dalam bentuk jamaknya (thayyibat), kata ini disebutkan sebanyak
sepuluh kali dengan merujuk pada empat pengertian yaitu; sifat makanan, sifat
usaha atau rezeki, sifat perhiasan dan sifat perempuan. Seperti yang terdapat
pada Surah al-Maidah: 4-5, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal: 26, Surah
Yunus: 93, Surah an-Nahl: 72, Surah al-Isra: 70, Surah al-Mu’minun: 51, Surah
Ghafir: 64 dan Surah al-Jatsiyah: 16.
Dalam
mengonsumsi makanan, umat Islam diperintahkan untuk memakan makanan yang halal
dan thayyib. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan pengertian tersebut? Kata
halalan sendiri dalam bahasa Arab berakar kata Halla yang artinya “Lepas” atau
“Tidak terikat”.
Secara
etimologi, dengan demikian kata halalan punya arti hal-hal yang boleh dan dapat
dilakukan dengan alasan bebas dari atau tidak terikat dengan
ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau secara gampang dan sederhana bisa
diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi.
Lalu,
bagaimana dalam konteks pangan? Tentu saja makanan halal adalah makanan yang
boleh dikonsumsi, diproduksi dan diedarkan secara komersial. Sementara,
pengertian haram adalah segala sesuatu yang dilarang syariat untuk dilakukan.
Dengan demikian makanan haram adalah makanan yang tak boleh diproduksi,
dikonsumsi apalagi dikomersialkan.
Sementara,
kata Thayyib berarti “Lezat”, “Baik” dan “Sehat”, “mententeramkan”, “paling
utama”. Terkait dengan makanan halal, kata thayib berarti makanan yang tidak
kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur najis. Singkat
kata, makanan yang tidak membahayakan fisik maupun akalnya ketika
mengonsumsinya.
SUMBER 1
SUMBER 1
Comments
Post a Comment