TAKARAN DAN TIMBANGAN


  Takaran adalah alat yang digunakan untuk menakar. Dalamaktifitas bisnis,  takaran (al-kail) biasanya dipakai untuk mengukursatuan dasar ukuran isi barang cair,  makanan dan berbagai keperluanlainnya.
Kata lain yang sering juga dipakai untuk fungsi yang sama adalahliteran Timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat.Timbangan adalah suatu macam alat ukur yang diberikan perhatianuntuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalamperspektif ekonomi syariah.                
Mengurangi timbangan dan takaran adalah mengurangi ukuran atau jumlah barang yang di timbang atau di takar. Misalnya ukuran gula 1 kg tetapi ukuran itu dikurangi. Tidakan seperti ini adalah tindakan curang yang seharusnya dijauhi. Perbuatan ini adalah kebohongan kepada pembeli. Kejujuran sangat ditekankan karena kejujuran kunci dari kebersihan hidup kebohongan-kebohongan yang hanya akan menjerumuskan ke dalam neraka.
Perbuatan mengurangi takaran dan timbangan akan menghilangkan kepercayaan dari orang lain. Ini sangat merugikan.  karena ketika kepercayaan dari orang lain sudah tidak ada, maka akan mendapatkan kesulitan, hidup haruslah bergandengan, ketika orang tidak percaya lagi maka kita akan tersisih dan selalu di anggap curang walaupun suatu ketika kita tidak curang. Untuk itulah Allah sangat menekankan perbuatan jujur karena jujur akan selalu membawa pada kebaikan-kebaikan.

وَيْلُ لِّلْمُطًفِّفِيْنَ (١) اًلِّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُواْ عَلَى الناسِ يَسْتَوفُوْنَ (٢) وَاِذَا كَالُوْهُمْ أَوْوَزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ (٣)
Artinya :
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.


a.        Asbabun Nuzul  QS Al-Muthaffifin
Diturunkan di Makkah sesudah surat Al Ankabut terdiri atas 36 ayat. Sebagian ulama’ Alquran berkata: surat inilah surat yang terakhir turun di Makkah, surat ini diturunkan mengenai keadaan penduduk madinah. 
Imam An Nasai dan Ibnu Majah dengan sanad yang shohih meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata “ketika nabi saw baru saja tiba di Madinah, orang-orang di sana masih sangat terbiasa mengurangi timbangan (dalam jual beli) allah lantas menurunkan ayat “celakalah bagi orang-orang yang curang(dalam menakar dan menimbang)” setelah turun ayat ini, mereka selalu menepati takaran dan timbangan. 

b.        Tafsiran QS Al-Muthaffifin
Ayat 1: azab dan kehinaan yang sangat di hari kiamat ditimpakan atas orang yang suka curang dalam takaran dan timbangan, yang mengambil takaran yang mengambil sempurna untuk diri mereka sendiri dan takaran yang kurang untuk orang lain.
        Allah mengkhususkan ancaman ini kepada golongan orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan adalah karena pekerjaan ini tersebar di makkah dan di madinah.
        Ada seorang laki laki bernama djuhainah, dia mempunyai dua takaran, satu besar dan yang satu lagi kecil. Apabila dia membeli dia memakai takaran yang besar dan apabila dia menjual dia memakai takaran yang kecil.
Ayat2:  orang-orang yang curang dalam takaran dan timbangan ialah orang-orang yang apabila mereka yang menerima barang dari orang lain. Mereka tidak mau menerima kalau tidak cukup sempurna, akan tetapi apabila orang lain yang menerimanya maka merekapun berusaha agar timbanga dan takaran itu tidak sempurna.
        Berlaku curang ini tidak saja perbuatan dalam takaran dan timbangan, tetapi juga dalam hal upah mengupah, sewa menyewa dan sebagainya. Maka janganlah seseorang apabila memakai tenaga buruh. Memperhatikan benar-benar segala pekerjaan buruh itu, tetapi apabila dia sendiri yang menjadi buruh, maka dia tidak memperhatikan kepentingan majikannya yang tetap memperhatikan pekerjaannya.
Ayat 3:Perbuatan yang curang itu, baik dalam hal takaran, timbangan, penyerobotan hak manusia dan sebagainya hanyalah dikerjakan oleh orang-orang yang menyangka bahwa dia tidak bangkit pada hari kiamat dan tidak dihisab amalannya. Sekiranya dia mempunyai kepercayaan bahwa dia akan menghadapi hari akhirat dimana dia harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya, tentulah ia tidak berlaku curang dalam hal takaran timbangan.


أَوْفُوْا الْكَيْلَ وَلَا تَكُوْ نُوْا مِنَ الْمُخْسِرِيْنَ (١٨١)  وَزِنُوْا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيْمِ (١٨٢) وَلَاتَبْخَسُوْا النَّاسَ أَشْياَءهم وَلَاتَعْثَوْا فِيْ اْلاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ (١٨٣)
Artinya :
   “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”

a.        Tafsiran QS. As-Syuara
Ayat 181: Jika kalian berjualan, maka takarlah pembelian mereka dengan sempurna, dan janganlah kalian merugikan hak mereka sehingga kalian memberikannya dalam keadaan kurang. Kemudian jika kalian membeli, maka ambillah seperti jika kalian menjual.
Ayat 182:   Timbanglah dengan timbangan yang lurus dan adil. Serupa ini disajikan di dalam surat al-muthaffifin, disertai dengan peringatan
Ayat 183: Janganlah kalian banyak mengadakan kerusakan di muka bumi, seperti membunuh, memerangi, menyamun, merampas dan sebagainya. Setelah melarang mereka melakukan semua itu, selanjutnya syu’aib menakut-nakuti mereka dengan kemakmuran allah yang maha perkasa, yang telah menciptakan  mereka dan orang-orang sebelum mereka, yang lebih kuat dan lebih sombong dibanding mereka.

وَأَوْفُوْاالكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالقِسْطَاسِ المُسْتَقِيْمِقلى ذلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا (الإسراء:35(
Artinya :
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”

a.    Asbabun Nuzul QS. Al-Israa ayat 35
          Surat al isra (berjalan di waktu malam) dinamakan demikian karena tema pokok yang dibahas adalah kisah isra’ mi’raj.
          Surat Al Isra atau dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil termasuk golongan surat Makiyah. Dan dalam Surah Al Isra pada ayat 35 penulis tidak menemukan asbabun nuzulnya.
b.   Tafsiran QS. Al-Israa
وَأَوْفُوْاالكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ
          Dan sempurnakan takaran kepada orang lain, jangan kamu merugikan mereka apabila kamu menakar untuk hak-hak mereka dari pihakmu, sedang kalau kamu menakar untuk dirimu sendiri, maka tak apalah kamu mengurangi hakmu dan kamu tidak penuhi takaran.
وَزِنُوا بِالقِسْطَاسِ المُسْتَقِيْمِ
          Dan timbanglah oleh kalian dengan timbangan yang adil, tanpa menganiaya sedikitpun atau berat sebelah. Karena semua manusia membutuhkan pertukaran barang dan berjual beli. Dan karenanya, allah yang membuat syariat sangat melarang kecurangan dan pengurangan dalam uasaha menetapkan harta pada pemiliknya.
ذلِكَ خَيْرٌ
          Penunaianmu akan janji dan pemenuhanmu akan takaran kepada orang yang menakar kamu untuknya, dan penimbanganmu yang adil kepada orang yang kamu menimbang untuknya, adalah lebih baik bagimu di dunia daripada kamu berkhianat dan mengurangi takaran atau timbangan. Karena, hal itu termasuk hal yang menyenangkan orang lain dalam muamalatmu dan membuat mereka suka memuji kamu.
وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
          Dan lebih baik akibatnya, karena hal itu menyebabkan kamu mendapatkan pahala di akhirat dan selamat dari hukuman yang pedih. Memang banyak orang kafir yang terkenal teguh memegang amanat dan jauh dari penghianatan, maka datang kepada mereka dunia, lalu mereka mendapatkan kekayaan dan harta yang banyak. Hal itu menyebabkan mereka berbahagia di dunia.
·         Tafsiran lain:
        Menurut saya, bahwasanya dalam ketiga surat ini ada ancaman bagi orang yang suka menipu dan mengambil hak orang lain dalam timbangan dan takaran. Setiap yang kita tanam -baik kebaikan maupun kejelekan-, pasti kita akan menuai hasilnya. Oleh karenanya, bersemangatlah dalam menanam kebaikan dan janganlah pernah mau menanam kejelekan.
        Menurut Syaikh as-Sa’di rahimahullah, bahwa yang mendorong mereka berani berbuat kecurangan dalam menakar dan menimbang adalah karena mereka tidak mengimani Hari Akhir. Jika mereka mengimaninya, dan yakin bahwa mereka akan berdiri di hadapan Allâh k untuk memperhitungkan perbuatan mereka, yang besar maupun yang kecil, niscaya akan menahan diri dari praktek curang itu dan kemudian bertaubat darinya.

Hasil gambar untuk takaran dan timbangan dalam islam materi

  Hadist yang Menjelaskan tentang Takaran dan Timbangan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbang melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup dan kelaliman para penguasa.
  Maksudnya adalah mereka ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala menahan hujan dari mereka (Dia tidak menurunkan hujan untuk mereka), dan jika bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka Allah akan mengirimkan musibah kepada mereka berupa serangga, ulat dan hama penyakit lain yang merusak tanaman. Dan jika tanaman itu berbuah maka buahnya tidak ada rasa manis dan segar. Betapa banyak petani yang melakukan kecurangan mendapati buah-buahannya tidak memiliki rasa.
Dan disebutkan di dalamnya hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:

لما قدم النبي صلى الله عليه وسلم المدينة كانوا من أخبث الناس كيلاً 
”Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang ke Madinah, mereka (penduduk Madinah) adalah termasuk orang yang paling curang dalam takaran.” 

  Maksudnya, penduduk Madinah dan kaum Anshar radhiyallahu 'anhum sebelum datangnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ke Madinah, dahulu mereka sudah terbiasa dengan bertansaksi dalam jual beli. Dan mereka adalah manusia yang paling curang dalam takaran, atau termasuk di antara manusia yang paling curang dalam takaran. Yakni, mereka curang dalam masalah takaran dan timbangan, dan mereka menguranginya dalam masalah itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan beberapa ayat al-Qur’an.
Menurut saya kedua hadist tersebut penjelasannya sama yakni tentang orang yang curang dalam hal takaran dan timbangan dan tentang ancamannya. Perbedaannya, pada hadist yang pertama menjelaskan adanya ancaman bagi orang yang curang dalam takaran dan timbangan di dunia, sedangkan pada hadist yang kedua penjelasannya sama dengan Surah Al Muthaffifin yakni adanya ancaman bagi orang yang berbuat curang tersebut di akhirat nantinya.

عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم, اَلتَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَ النَّبِيّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترميذي)
“Dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu, katanya: Rasulullah SAW. Bersabda: ‘Pedagang yang jujur yang dapat dipercaya itu berdama para Nabi dan oang-orang yang benar serta para syuhada’.” (HR Tirmidzi)

          Maksudnya: Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwasannya seorang pedagang yang melakukan transaksi jual beli tidak boleh berlaku curang dalam dagangannya, tetapi harus jujur dan benar dalam transaksi jual beli.

·         Bahaya Mengurangi Takaran dan Timbangan
       Kecurangan tersebut jelas merupakan satu bentuk praktek sariqah (pencurian) terhadap milik orang lain dan tidak mau bersikap adil dengan sesama Dengan demikian, bila mengambil milik orang lain melalui takaran dan timbangan yang curang walaupun sedikit saja berakibat ancaman doa kecelakaan. Dan tentu ancaman akan lebih besar bagi siapa saja yang merampas harta dan kekayaan orang lain dalam jumlah yang lebih banyak.
       Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya mengatakan, “Jika demikian ancaman bagi orang-orang yang mengurangi takaran dan timbangan orang lain, maka orang yang mengambil kekayaan orang lain dengan paksa dan mencurinya, ia lebih pantas terkena ancaman ini daripada muthaffifîn.
       Tentang bahaya kecurangan ini terhadap masyarakat, Syaikh ‘Athiyyah Sâlim rahimahullah mengatakan, “Diawalinya pembukaan surat ini dengan doa kecelakaan bagi para pelaku tindakan curang dalam takaran dan timbangan itu menandakan betapa bahayanya perilaku buruk ini. Dan memang betul, hal itu merupakan perbuatan berbahaya. Karena timbangan dan takaran menjadi tumpuan roda perekonomian dunia dan asas dalam transaksi. Jika ada kecurangan di dalamnya, maka akan menimbulkan khalal (kekisruhan) dalam perekonomian, dan pada gilirannya akan mengakibatkan ikhtilâl (kegoncangan) hubungan transaksi. Ini salah satu bentuk kerusakan yang besar”.

·          Perintah Menyempurnakan Takaran dan Timbangan
       Perintah allah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil berlaku bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
       Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan di hadapan hukum harus diimbangi dengan keadilan. Tanpa pengimbangan tersebut, keadilan sosial kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing msing kepada masyarakat. Setiap individupun harus terbebaskan dari eksploitasi individu lainnya. Islam dengan tegas melarang seorang muslim merugikan orang lain.
       Islam dengan kesempurnaan, kemuliaan dan keluhuran ajarannya, memerintahkan umatnya untuk menjalin muamalah dengan sesama atas dasar keadilan dan keridhaan.
       Syaikh asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan, “bahwasannya, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan penyempurnaan (isi) takaran dan timbangan dengan adil. Dan menyatakan bahwa siapa saja yang tanpa kesengajaan terjadi kekurangan pada takaran dan timbangannya, tidak mengapa karena tidak disengaja”. Dan bahwasannya juga, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa memenuhi takaran dan timbangan lebih utama dan lebih baik manfaat.


Comments

Popular Posts